02 April 2018

Mengenalkan Korespondensi kepada Siswa Generasi Milenial


Generasi 2000 an atau yang lebih dikenal dengan generasi Milenial yang hidup dizaman kemudahan tentu tidak akan pernah kenal dengan yang namanya Korespondesi jika tidak di kenalkan. Padahal kegiatan korespondesi itu sangat seru dan menegangkan!
 Emang korespondensi apaan sih?

Nah, kalau kamu punya pertanyaan seperti itu ketika membaca paragraf pertama, maka kamu termasuk generasi milenial zaman now. Atau mungkin kamu hidup di zaman dulu tapi kurang gaul. Ups!

Jangan ngambek dulu, aku bakal jelasin kok. Sini-sini baca sambil makan cemilan dulu…
Korespondensi adalah kegiatan surat menyurat antara dua orang atau lebih secara terus menerus, artinya kita kirim surat, dibalas sama yang bersangkutan, kita balas lagi dan begitu seterusnya sampai Lee Min Ho melamar aku. krik krik krik.

Dengan berkorespondensi, kita akan memiliki sahabat Pena. Orang yang kita kirimi surat ini bisa orang yang kita kenal, bisa juga orang yang tidak kita kenali. Aku ceritakan sedikit nih ya, tentang pengalaman aku berkorespondensi selama kurang lebih 7 tahun. Wew, lama juga ternyata.

Dulu, aku tinggal di Asrama di sebuah Pondok Pesantren. Dimana waktu itu hobi sekali membaca, terutama novel dan majalah-majalah islami, kalau buku pelajaran sih kurang Hobi ya. hihihi. (Don’t Try this at home!).  Majalah langgananku adalah Majalah Muslimah dan Annida dengan ciri khas Nida si Akhwat dengan jilbab panjang menjulur, sedangkan Novel-novel yang aku gandrungi dari dulu adalah novel-novel islami terbitan Mizan (saat ini Mizania) yang kebanyakan penulisnya adalah dari komunitas FLP (Forum Lingkar Pena).  Di masa itu, saat aku masih memakai rok biru dongker, aku bermimpi ingin bisa menulis cerpen dan menjadi anggota FLP. Yang terwujud 5 tahun kemudian. Alhamdulillah.

Dari berlangganan majalah Annida, aku mendapatkan info novel-novel islami terbaru, dan mulai menjadi idola para penulis novel islami seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Afifah Afra, Gola Gong, Pipiet Senja sekeluarga dan banyak lagi. Selain mendapatkan info novel terbaru, di majalah Annida juga dulunya terdapat kolom “Sahabat Pena”.  Kolom itu memuat foto dan biodata singkat para koresponden. Disitu aku mencoba mengirimkan surat pertamaku kepada salah satu wanita berjilbab yang kuliah di UNJ. Jadi ceritanya aku mau sahabatan pena sama anak kuliahan, yang mana saat itu aku masih MTs, atau setara SMP. Hehehe… eh tapi aku lupa sih, dapat biodata dan alamat mbak kuliahan itu di majalah Annida atau Majalah Muslimah yang dulu juga sempat terkenal.

Singkat cerita, suratku untuk mbak kuliahan itu dibalas! Wow, bukan main senangnya. Surat itu aku bawa dan pamerkan ke kamar-kamar teman-teman di asrama. Mungkin saat itu satu pondok tau bahwa aku mendapatkan surat dari sahabat pena.

Disurat yang hanya berisi salam perkenalan dan sedikit bercerita mengenai dirinya dan juga kegiatannya sehari-hari, langsung aku balas dengan cerita panjang lebar tentang keseharianku menuntut ilmu di Penjara Suci. Dari susahnya ujian yang soalnya 100 dan essay semua, sampai cerita masalah persahabatan dengan teman-teman di asrama. Semua ku tulis dalam surat yang berlembar-lembar dengan hati riang gembira.

Surat selanjutnya, ia memintaku mengirimkan foto. Di dalamnya ia selipkan pula fotonya yang berpose di depan Candi Borobudur dan berencana akan mengajakku kesana suatu waktu. Wow, alangkah bahagianya si Risah kecil. Bertahun ku jalani berkorespondensi dengannya sampai akhirnya aku mulai menggunakan  Friendster di tahun 2008 dan kami bertemu di dunia maya. korespondensi pun terhenti begitu saja tanpa kami sempat bertemu di dunia nyata. Padahal waktu itu aku sekolah d Jakarta Selatan, dan dia Kuliah di UNJ di Jakarta Timur. Which is memungkinkan untuk kami bertemu alias kopi darat.

Itu adalah cerita salah satu sahabat penaku. Selain mbak kuliahan itu, aku juga punya beberapa sahabat pena yang seumuran denganku yang aku temukan dari berbagai macam kesempatan. Seingatku ada Maya yang merupakan sepupu dari temanku, ada Anindya yang merupakan anak donatur yang pernah membuat acara di sekolahku, dan banyak lagi. Di masa itu, dalam sebulan aku selalu menerima dan mengirimkan surat. Ah indah sekai masa-masa itu.

Foto surat

Memiliki sahabat pena adalah suatu hal yang membanggakan pada masa itu. Dan tentu saja banyak manfaatnya. Selain menjadi terlatih menulis, menambah relasi, juga membuka wawasan di saat belum ada kolom search Google saat itu.

Jangan lupakan bahwa Ibu kita R.A. Kartini juga memulai perjuangannya dengan menulis surat dan menceritakan kegelisahannya kepada temannya yang bule, sampai akhirnya kartini menulis buku “Habis Gelap terbitlah terang” dan berhasil memperjuangkan hak perempuan di masa itu.

See? Berawal dari korespondesi lohh…

Karena itulah aku sebagai guru yang merasakan dua zaman, yaitu zaman pra gadget dan zaman gadget. Merasa perlu untuk mengenalkan ke peserta didik mengenai korespondesi ini. sehingga mereka juga bisa memiliki sahabat pena dan bertukar cerita melalui tulisan.

Berhasilkah aku mengenalkan mereka dengan korespondesi?
Bagaimana sikap mereka ketika di ajak menulis surat di zaman digital ini?

Baca postingan selanjutnyayaaa… keasikan nostalgia, jadi kepanjangan postingannya. Hihihi

-Risah-

Guru Gaul yang pernah punya Hobi Korespondensi.

*PART 2 >> Mengenalkan Siswa Generasi Milenial dengan Korespondensi

9 komentar:

setelah baca tapi nggak ninggalin komentar itu sayang banget. ayo dong dikomen. penulis ingin tau reaksi pembaca.. makasih buat yang udah komen :)