Tampilkan postingan dengan label Backpaker Papua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Backpaker Papua. Tampilkan semua postingan

26 Juli 2015

Travel to Raja Ampat. Piece of Paradise

7/26/2015 01:26:00 PM 23 Comments


Wamena-Biak-Sorong-Raja Ampat-Sorong-jayapura-wanokwari-wamena

Assalamualaikum wr wb…

Alhamdulillahirobbil alamin… sampe juga aku di Raja Ampat. Yang katanya surga dunia. Bersyukur banget bisa sampe di Raja Ampat. Dikasi Allah kesempatan untuk bisa melihat keindahannya yang luar biasa indahnya sampa-sampe kami speechless waktu menginjakkan kaki di tangga terakhir pulau pianemo. Melihat indahnya gugusan pulau-pulau dari atas. Untuk beberapa detik kami terdiam dan kemudian baru lah teriak-teriak kayak kesetanan seneng banget karena udah bisa sampe di Pianemo. The mini of wayag.

Karena banyak yang bertanya tentang perjalanan ke Raja Ampat. Dari biaya, destinasi, sampai cara hemat ke Raja Ampat. Jadi aku bakalan share disini perjuanganku bisa sampe di Raja Ampat. Ini Raja Ampat loh cuy nggak semua orang bisa kesini. Meskipun aku udah di Papua, teapi tetap aja ke Raja Ampat itu suatu hal yang mewah banget. Butuh waktu 3 hari perjalanan baru bisa sampe Raja Ampat.  Aku menulis ini bukan untuk pamer, tapi berharap cerita perjalanan ini bisa menginspirasi bagi yang ada niat pengen pergi ke Raja Ampat... 

03 Juli 2015

Hercules jatuh = terancam batal ke Raja Ampat

7/03/2015 03:48:00 AM 35 Comments
#postingan ini agak panjang, atur posisi Pewe dan siapkan cemilan anda :D

Jatuhnya pesawat Hercules milik TNI AU di Medan juga berdampak bagi kami rombongan yang bakal berangkat ke Raja Ampat.Aku dan 11 orang teman-teman SM3T lainnya berencana bakal bernagkat ke Raja Ampat tanggal 7 Juli 2015.Kami udah merencanankan jauh-jauh hari.Dan rencananya kami berangkat dengan menumpang dengan pesawat Hercules dari bandara Wamena ke bandara Biak. Dilanjutkan naik kapal PELNI dari Biak ke Sorong, dan dari Sorong ke Raja Ampat naik kapal yang di pandu dengan travel guide yang udah kami booking jauh-jauh hari. Aku memang nggak layak terlalu bersedih di bandingkan korban-korban pesawat Hercules yang jatuh di medan. Aku menulis potingan ini hanya untuk mengobati kegalauan.Bukankah Habibi juga mengobati galaunya dengan menulis?Aku tidak layak untuk terlalu bersedih karena korban Hercules yang jatuh lebih tagis nasibnya di banding kami yang hanya batal jalan-jalan ke Raja Ampat.Bahkan ada 2 orang adik tingkat di PGSD UR yang juga menumpang pesawat untuk pulang kampung ke Natuna turut menjadi korban.Mari sejenak kita sama-sama kirimkan do’a untuk korban dan sanak saudara yang ditinggalkan. Al-Fatihah..

“Manusia hanya bisa berencana, Allah yang menentukan.”
Rencana :          

05 April 2015

Agrowisata Petik Nanas di Bokondini, Kabupaten Tolikara.

4/05/2015 09:40:00 AM 16 Comments


Selama SM3T di Papua, aku punya beberapa genk alias kumpulan. Ada geng se distrik di Asotipo, ada geng jalur Wouma. Artinya, temen-temen yang poskonya dari Minimo, Megapura, Hitigima, Sogokmo. Kami sering ngumpul (numpang makan gratis) di posko Megapura. Ada geng gila-gilaan di sekre, Ada juga geng pengajianku kalo lagi liburan di kota. Temen-temen itu adalah anak SM3T yang aktif di BSMI. Sebuah organisasi kemanusiaan yang bergerak di bidang kesehatan, pendidikan dan agama Islam. Ada beberapa teman-teman SM3T yang aktif di berbagai kegiatan BSMI Jayawijaya. Tapi yang tetap istiqomah dari awal sampai akhir adalah para ihkwan dan akhwat yang berasal dari 2 LPTK ini. ada Wulan, Muti, Rina, Tami, Sony de el el.
 
Biasanya rombongan ini kemana-mana selalu barengan. Jadilah dipanggil bubuhan muslimah. Bubuhan dalam bahasa banjar artinya rombongan atau sekawanan gitu. Bukan berarti cewek-cewek yang lain nggak muslimah. Kelompok satu ini dipanggi muslimah karena hobinya mengejar kelompok-kelompok pengajian yang di gelar di wamena. Dan aku salah satu yang ikut didalamnya.

Suatu waktu, mereka merencakan rihlah alias liburan ke rumah Bg Poby. Salah satu dokter relawan di BSMI Jayawijaya. FYI relawan di BSMI ini rata-rata adalah dokter dan pendatang yang tinggal di sekitaran lembah baliem Papua. kalau weekend dan libur biasanya datang ke Wamena untuk belanja kebutuhan sehari, karena Wamena adalah pusat perekonimian di Lembah Baliem ini. relawan BSMI juga diramaikan  dengan kami  guru-guru SM3T.

Tempat tugas Bg Poby ada di Bokondini yang terletak di kabupaten Tolikara. Yap! Bener banget! Yang waktu lebaran 1436 H kemaren masjid nya di bakar pas lagi sholat Iedul Fitri.
Sebenernya wisata di Bokondini nggak ada yang menonjol sih. Cuma si tuan rumah yang gencar banget mempromosikan agrowisata di tempat tugasnya, dan berkali-kali mengundang kami untuk menghabiskan liburan disana. Jadilah kami tergiur untuk sama-sama datang kesana  dalam rangka liburan setelah ujian semester. 

Sony (SM3T), mas Khoir (salah satu relawan BSMI yang bertugas di kantor BPS Tolikara), Dokter Ghozali (relawan BSMI yang bertugas di Nduga) sudah lebih dulu sampai di TKP pagi hari. Kami para akhwat menyusul siangnya. Karena aku belum pernah kesana, dan dirombonganku semuanya adalah cewek. Jadilah aku mengajak Aidy (temen SM3T didistrik Asotipo) dengan setengah memaksa dia untuk ikut. Di Papua ini kita perlu berjaga-jaga dalam setiap keadaan.

Hanya butuh angkos 100k dari wamena dan naik angkutan andalan orang papua, mobil strada, 3 jam kemudian kami sampai di kota Bokondini. yang walaupun cuma sekecil RT, tapi udah disebut kota. Hohoho.
 
Kantor Bupati Persiapan, Bokondini, Tolikara, Papua, Aidi kalo orang nak bepoto dia ikut-ikut

Begitu sampai aku langsung takjub melihat rumah dinas nya dokter poby (yang sudah biasa kami panggil abang). Rumahnya 2 lantai dengan 4 kamar yang dilengkapi dengan dapur yang luas, tempat cuci piring, kamar mandi di dalam dan tempat tadah hujan yang besar. Jadi tidak perlu angkut air dari kali seperti nasib kami para guru SM3T. FYI lagi, punya tempat tadah hujan adalah suatu barang mewah di Papua.

Walaupun rumah dinasnya dari kayu, tapi sangat nyaman. Bg Poby tinggal dengan seorang dokter lajang yang juga PTT di Bokondini. Namanya dokter cita. Biasanya di panggil dokcit. Begitu kami ketemu dokcit langsung cie cie in bang poby. Kami angsung ngebayangin yang enggak-enggak karena Bg Poby tinggal satu rumah sama dokter secantik dan sebening ini.

Jadi gimana dong bg sehari-hari dirumah berdua doang, gimana rasanya?” aku mulai kepo.
“Ya biasa aja, hidup masing-masing. Lagian dokcit lebih sering tidur dirumah bidan di depan rumah dari pada tidur dikamarnya di lantai 2. Dan juga dokcit itu Kristen. Nggak mungkin dong abang macam-macam sama dia. Itu lah pembatas abang sama dia.” Kami langsung manggut-manggut.
Dokter Poby dan Dokter Cita show off keahlian mereka merajut noken
Sekolah international di Bokondini
Begitu sampai kami langsung di ajak melihat Sekolah international Bokondini.  Namanya SD OB ANGGEN yang berada di bawah Yayasan Lentera, Gereja Gidi. Sekolah ini nggak jauh dari rumah dinas Bg Poby. Dan memang kota Bokondini ini bisa dikelilingi dengan jalan kaki. wong kotanya kecil doang. Disana kami ketemu dengan guru SD nya yang berasal dari Manado. Kami sempat ngobrol-ngobrol dengan guru cakep yang sudah 2 tahun mengajar disana. Di ajakin lihat-lihat ruang kelas nya juga. Di SD ini juga bersekolah anak-anak bule yang tinggal di bokondni sebagai missonaris. Ada anak-anak papua asli juga. Keren ya belajar dan satu sekolah sama bule. Mereka juga belajar computer, photoshop, microsof dll. Waah… salut sama ank papua yang sekolah disini. murid ku di SD YPPGI hitigima boro-boro belajar photoshop, baca aja masih kayak kura-kura. Lamban banget.
Mejeng di depan Sekolah Dasar International Bokondini

 salah satu program di Metro TV "Alenia Journey" Pernah datang meliput bokondni dan sekolah Internasional nya

Mengintip Cara Kerja Missionaris Mendidik Orang Papua
Ada banyak missionaries yang tinggal di bokondini. Mereka bahkan melahirkan dan menyekolahkan anaknya disana. Tujuan mereka ke Papua selain menyebarkan agama Kristen juga adaalah memajukan Papua yang tertinggal ini. kami sempat berkunjung ke rumah bule yang berasal dari brazil. Suaminya adalah missionaries, sedangkan istrinya aktif mengelola ibu-ibu Papua. mereka bahkan membuat koperasi, mengajari matematika, computer dan juga cara menyimpan uang. (orang papua kan terkenal watak nya boros dan nggak bisa nyimpan uang). Berkat binaan dan berbagai fasilitas dari missionaris ini taraf hidup masyarakat bokondini mulai membaik.
Pusat Pelatihan Masyarakat yang dikelola oleh Bule
 
berasa lagi di eropa to..
barisan pohon yang ada di sebelakang rumah. sejuuukkk
smilee. *Trada sangka dokter Ghozali fans nya Cherrybell. :D
Putar Papeda ala Habibi
Selain dokter cita, Bg Poby juga sering ditemani oleh seorang Mantri yang bernama Habibi. Pertama ketemu kami kira dia sudah beranak dua. Ternyata masih lajang dan umurnya masih di bawah aku! Gubrak. Bermutu (bermuka tua) dia ternyata. Hahaha.. ampun bro.. Doski berasal dari Palopo di Sulawesi sana. Habibi sudah 4 tahun mengabdi sebagai mantri di Bokondini. Logatnya sudah kental dengan logat papua, pandai merajut noken dan lihai memutar papeda. Wuihh.. Papua abis lah!
sholat jamaah magrib di rumah bg Poby
Malam itu kami para cewek-cewek terpana melihat keahlian Habibi dalam memutar papeda. Papeda adalah makanan khas Papua yang terbuat dari sagu, tapi kadang orang gunung lebih sering memakai tepung kanji. Cara memasaknya gampang, tinggal mencampur tepung kanji dengan air mendidih yang sudah kita tuangkan ke dalam baskom, dan langsung di aduk dengan cara diputar. Makanya namanya putar papeda. Papeda dimakan dengan kuah kuning, alias gulai tanpa santan. Bisa gulai ayam, gulai ikan, bahkan gulai babi. Kalau acara-acara pernikahan aau kematian, biasanya ada papeda dengan kuah kuning Babi. Kalau jauh dari pasar bisa pakai sarden sebagai pengganti ikan. Aku dan hotma sudah pernah putar papeda di posko, tapi kami gagal dan bentuk papeda jadi kacau balau karena tidak teraduk dengan sempurna. Nah, sewatu Habibi unjuk gigi putar papeda, kami langsung terpana. Baru kali itu melihat cara membuat papeda yang benar-benar professional layaknya koki restoran. Gerakannya cepat, dan penuh tenaga. Setelah dia selesai mengaduk papeda. Kami pun reflex tepuk tangan. hahaha

Agrowisata di Kebun Nanas Bokondini
Dari semua promosi bang poby, sebenarnya yang paling menarik itu adalah wisata metik nanas yang katanya manisnya ampun ampunan udah gitu nggak gatel dan nggak ada mata nanasnya. Udah gitu harganya murah! Dari 1000-5000 aja perbiji. Wew…

Kami pun jalan kaki ke kebun nanas yang letaknya di atas bukit. Jalan ke kebun nanas melewati bandara yang kosong. Aku dan bg poby sempat berdebat karena bang poby bilang bandara bokondini adalah bandara tertua. Padahal bandara tertua itu di belakang poskoku di hitigima. Bg poby bilang juga bahwa bandara ini adalah saksi bisu pertama kali injil masuk ke papua. Nah lo, bandara hitigima lah saksi pertama kali ajaran injil di papua. bahkan sampe ada patung monumen inji pertama kali di terima di papua. kami terus saja berdebat sampai perjalanan nggak terasa udah sampe di sebuh bukit yang penuh ditumbuhi nanas. Membayangkan makan nanas sebanyak itu lidahku mulai meriang, eh gatal.

Bandara yang tara da orang
Bandara ini nggak ada pengawasnya. jadi kalo pesawat mau mendarat dan ada orang di jalan. pesawatnya muter-muter dulu di udara, hahaha
 
bandara bokondini dilihat dari atas.*please abaikan celana trening pink saya itu. auu
this is it! nanas pertama yang kami petik
 
hari itu Sony baru beli tongsis. jadi dia exited banget pake tongsis. hahaha
Bendera BSMI Jayawijaya yang selalu berkibar dimana-mana

Foto minumen hitigima vs monument bokondini

Di kebun nanas ini kita boleh makan nanas sepuasnya, GRATIS! Tapi kalau mau dibawa pulang, baaaru deh bayar! Inget ya, makan di tempat gratis, bawa pulang bayar. Haha.. jadilah kami puas-puasin dulu makan nanas di kebunnya. Nanas yang baru aja kami petik langsung di buka oleh si Habibi dengan lagi-lagi memamerkan keahliannya buka nanas. Sepat, sigap, dan rapi. Heran sama anak ini. kok apa aja bisa dikerjain.

Puas makan nanas yang maniiiisss banget, suer deh ini nanas terbaik yang pernah aku cobain seumur hidup! Manisnya kayak pake gula! Setelah kami puas makan nanas, mulailah menghitung berapa nanas yang akan di bawa pulang ke Wamena. Akhirnya berkarung-karung nanas pun di angkut oleh seorang kaka Papua yang kebetulan lewat dan di upahi sebungkus rokok. Kalo kami bawa sendiri mana kuaatt… udah lah karungnya besar, jalannya menuruni bukit pula. Kekuatan orang Papua memang tara da lawan e!

Pasar bokondini. Murah apaaaa…
Sebelum pulang ke wamena, kami sempat jalan-jalaan dulu ke pasar bokondini. Pasar ini menjual hasil kebun masyarakat. Banyak buah-buahan murah-murah. Yang paling menggirukan untuk diborong adalah markisa. Bayangkan aja, seikat markisa yang isinya 8-10 buah markisa Cuma dijual 5ribu. Murah apaaa… (murah banget) ada nangka, alpukat mentega sayuran dan banyak lagi yang semuanya murah-murah. Berasa pengen gue borong semua terus jualan di pasar Wouma atau pasar baru di wamena. Tapi ngebayangin duduk menunggui jualan di pasar dengan jaket SM3T ini. oh no! bisa-bisa dipecat jadi guru. :D
torang pigi belanja dulu e
thats it. pasar bokondini.
Kami pulang kewamena dengan membawa berkarung-karung nanas dan markisa. Selain itu aku juga memborong alpukat dan nangka. Sampai di wamena aku kayak orang habis pulang kampung! Hasil “Panen” itu langsung aku bagi-bagikan ke penghuni sekre SM3T, ke mamak angkat, tante angkat dan angkat-angkat yang lain. Muehehe..

At least, makasih buat dokter Poby Karmendra yang udah jadi tuan rumah dan tour guide bokondini yang luar biasa! Pelayanan sangat memuaskan! Hahaha… sampai-sampai di bekali sekantong obat ketika pulang ke posko. Terimakasih dokter Cita atas tumpangan kamarnya, makasih dokter ghazali dengan resep ipere gorengnya yang lezat, mas Khoir, juga teman-teman seperjalanan yang asik, terimakasih Aidi yang mau jadi pengawal juga. Semoga ukuwah ini tetap terjaga selamanya.

Ayo ke Bokondini! Cuma 100k bisa agrowisata! Hahaha
Risa
-Guru SM3T yang hobi melala

01 Februari 2015

Jadi Guide Sehari Untuk SM3T UNNES

2/01/2015 03:42:00 AM 4 Comments

SM3T Memang memberi banyak manfaat. Salah satu manfaat terbesar adalah memperoleh pengalaman yang nggak semua orang bisa dapatkan. Selain itu, teman, kenalan dan kerabat jadi bertambah. Kita bisa tau karakter orang yang berbeda-beda dan datang dari kota yang berbeda. Jadi tau kebiasaannya, cara bicara, logat dan adat istiadat. Hal-hal yang nggak bakal bisa di dapat kalau cuma duduk manis di rumah.

Bulan desember tahun 2014 ini bisa dibilang bulan full jalan-jalan. Dari berkujung ke danau habema, Danau tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3225 m DPL, jalan ke distrik-distrik di kab. Jayawijaya dan banyak lagi. Kali ini aku mau pamer cerita perjalanan aku dengan teman-teman SM3T dari UNNES (Universitas Negeri Semarang) yang kemaren “terdampar” di Wamena.
Aku ceritain sedikit tentang temen-temen dari UNNES ini, Mereka  di tempatkan di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua. nggak ada akses darat dari kab. Jayawijaya menuju kesana. Harus naik pesawat kecil (yang kalo terbang  berasa naik roller coaster). Harga-harga disana tentu lebih mahal, karena kabupaten pemekaran, semua logistik di kirim dari Wamena. sayur-sayuran juga mahal banget karena di kirim dari Wamena (tempat aku bertugas). Untungnya mereka dapat BAMA (Bahan Makanan) dari PEMDA Yahukimo. Jadi nggak terlalu berat kalau soal makan.

05 Januari 2015

Habema, Danau tertinggi di Indonesia

1/05/2015 09:14:00 AM 0 Comments
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga kaki kami menginjak danau Hebema. Danau dengan ketinggian 3220 mdpl. Dengan ketinggian ini, danau ini di daulat menjadi danau tertinggi di Indonesia. Dan 36 Orang Guru SM3T Jayawijaya sudah pernah menaikinya. Wow..
 
Perjalanan ini bermula dari pertemuan kami secara resmi dengan bupati jawawijaya. Setelah membicarakan mengenai program-program SM3T, kami mengajak Bupati untuk jalan-jalan bersama guru-guru SM3T. tiada disangka pak Wempi Wetipo sebagai bupati itu sangatlah humble dengan masyarakat dan langsung mengatur jadwal keberangkatan menuju danau habema diliburan Natal dan Tahun baru. Bahkan beliau yang menyiapkan 8 mobil gunung untuk menjelajahi gunung dan perbukitan menuju danau habema. Yeaaayy.. makasih bapak.. 

karena masih 2 bulan di Papua, aku belum tau apa-apa soal ini. berikut sekilas tentang Danau Habema yang aku culik dari triptrus.com


Danau Habema memang bisa dikatakan sebagai danau di atas. Walapun lokasinya di kaki Gunung Trikora, Kabupaten Jayawijaya, Papua, danau ini merupakan salah satu danau tertinggi di Indonesia. Terletak di ketinggian lebih dari 3.300 meter di atas permukaan laut, oleh Masyarakat Dani, penduduk Jayawijaya, danau itu dianggap sebagai tempat keramat yang jadi sumber kesuburan dan kehidupan

19 Desember 2014

Ketika Guru Jadi Backpaker. Part #2

12/19/2014 04:42:00 AM 16 Comments
Air Terjun Air Garam
#Intro
Sebenernya perjalanan ke air garam ini udah lama banget. Sekitar awal oktober yang lalu. Tapi nggak afdol kalo nggak di ceritain di blog ter cintah ini. Ibarat sayur tanpa garam. (apa hunungannya) Jadi wajib gue certain di blog ini. Muehehe.

Air terjun yang akan kami kunjungi kali ini terletak di Desa Air Garam, Distrik Asotipo, Wamena, Kab. Jayawijaya. Provinsi Papua. Kalo kamu liat di peta. Nggak bakal ada desa air garam. Karna letaknya paling ujung di distrik asotipo. Nggak ada listrik, sinyal, dan sulit air. Di desa inilah 2 guru asal Riau dan Kalimantan mengabdi untuk anak negeri. Kepala desa air garam yang antusias banget dengan kedatangan 2 cowok ini langsung merelakan rumahnya untuk di tempati, sedangkan beliau sendiri rela tinggal di Honai (rumah adat papua).

Sayangnya, meski sudah di berikan rumah, si Aidi yang berasal satu kampus denganku itu tidak bisa tinggal di rumah yang sudah di sediakan persis di depan sekolah. Darwin yang datang dari UNMUL (Universitas Mulawarman, Samarinda) pun sependapat. Bahkan gosip yang beredar di antara SM3T Wamena, di awal kedatangan mereka di desa air garam. Darwin sempat menangis sambil menelpon orangtuanya hihihi.. siapa yang tidak menangis membayangkan bakal tinggal di rumah yang jauh terpisah dari rumah penduduk, tidak ada listrik, tidak ada sinyal dan tidak ada air. WC untuk membuang hajat pun tidak ada.  Wajarlah Darwin menangisi nasibnya untuk satu tahun ke depan.

Sorenya mereka turun gunung menuju Hitigima. Desa tempat tugasku mengajar. Perjalanan sekitar 1 jam jalan kaki (nggak ada transport selain jalan kaki disini). Mereka membawa laptop dan gadget lainnya untuk di cas di rumahku yang alhadulillah ala kulli hal ya Allah. Rumahku ada listriknya 24 jam. Sore itu mereka curhat. Sore di hari pertama di tempat kami mengabdi, sore ketika aku berteriak kegirangan melihat aidi datang dari atas gunung. Sore setelah air mata pertama ku di Papua.

Malam itu kami atur strategi, plan A nya Darwin dan Aidi bakal tinggal serumah dengan aku. Dan mereka akan bolak-balik jalan kaki ke sekolah. Karena mereka nggak cukup tahan untuk tinggal di atas (air garam) tanpa listrik, sinyal dan tidak ada yang bisa menjamin keamanan mereka karena rumah yang jauh terpisah dari rumah penduduk. Pasti udah pada tau gimana kondisi keamanan papua yang rawan terjadi kejahatan itu.
Ternyata, setelah di telpon, teman kami satu distrik asotipo yang hari ini juga sampai di Desa Sogokmo tidak beda jauh nasibnya dengan Air Garam. Rumah mereka ada di dalam lingkungan sekolah, tidak ada air, tidak ada listrik, kesulitan sinyal, tapi WC masih ada, menggunakan WC sekolah yang letaknya tidak jauh dari rumah.

Ketika di telpon, suara muti  yang putus-putus menandakan mereka ketakutan tinggal rumah yang jauh dari keramaian. Dengan gagah berani, akhirnya Darwin dan Aidi malam itu juga menjemput Fauzan Azimah alias Aan dan Muti yang ada di sogokmo. Malam-malam jalan kaki sekitar1 jam dengan berbekal senter. Aku menahan napas khawatir menunggu mereka dirumah. Untunglah mereka selamat sampai dirumahku. Dengan membawa barang-barang berharganya dan sleeping bed, Aan yang alumni Biologi di UR dan Muti yang berasal dari UNMUL itu bercerita  tentang poskonya. Ternyata dari 3 posko di distrik asotipo. Posko akulah yang paling layak huni. Dirumahku ada 2 kamar, ruang tamu, ruang tengah, dapur mini, dan dilengkapi dengan listrik 24 jam. Sinyal bagus (bahkan bisa buka FB sesekali), dan ada WC di dalam rumah. Air memang agak sulit karna harus angkut jauh, tapi untuk hari pertama iitu pak Wetipo sudah menyedakan banyak air di kamar mandi untuk kebutuhan kami. Thanks God!
hari pertama hidup di Papua. masa-masa si Aidi dan Darwin masi jadi anak terlantar :D
awal -awal hidup di papua


06 November 2014

Ketika Guru Jadi Backpacker #Air Terjun Napua

11/06/2014 05:05:00 AM 14 Comments




Dulu, sebelum pernah ngebayangin bakal terdampar di papua, aku pengen banget jadi backpacker. Karna apalagi kalo bukan karena baca-baca blog temen-temen yang tiap abis weekend postingan blog nya pasti jalan-jalan mulu. Sebut saja blog nya kak Lina. Tiap ngebaca tu rasanya pengen garuk-garuk keyboard laptop saking ngirinya liat foto-foto di blognya. Naik gunung rame-rame dengan ransel berat serba lengkap di gedong di punggung. Jalan kaki ratusan meter, naik turun bukit yang terjal, nginep di hutan pake tenda, wuaaahh… Keren banget kayaknya. Bukan kayaknya, emang keren banget!

Begitulah hasrat aku untuk jadi backpacker yang selama aku tinggal di Pekanbaru belum pernah kesampean. Tapi siapa sangka, Mimpi aja aku nggak pernah bakalan tinggal di Papua! Demi apa aku tinggal sama orang-orang yang nggak malu jalan telanjang d tengah kota Cuma pake koteka doang. Demi apa sodaraaa…. Ngimpi juga nggak pernah! Aku emang pernah kepengen ikut SM3T, rencana ini ada di dalam list PLAN B aku dan temen-temen setahunyang lalu. Bahkan rencana itu juga aku abadikan di postingan blog yanag ini. Eehh.. siapa sangka sodaraa… aku beneran ikut SM3T, dan terdampar di Papua lagi… paling pojoknya Indonesia… mamake tolooooongggg….. 

Tapi begitu turun dari pesawat Garuda yang udah mengombang ambingkan aku di udara selama 5 jam, perasaan nyesel, takut, pengen pulang, semua itu runtuh waktu aku liat pemandangan kota Wamena. Ibukota provinsi Jayawijaya. Yang kata orang, kalo belum ke Wamena, belum ke Papua cuy..

Disini terhampar bukit berbaris-baris. Gunung dimana-mana. Mengelilingi kota. Eh tapi sampe sekarang aku masih bingung deh, yang mana bukit yang mana gunung. Sama aja bentuknya. Kemana mata memandang di kota Wamena ini, semuanya gunung dan bukit. Kota yang ada di tengah-tengah gunung. Makanya nggak ada akses jalan darat untuk bisa sampe kesini, soalnya nggak ada jalan yang rata. Karena bisanya naik pesawat doang, harga-harga disini luar biasa mahalnya, karna semuanya di angkut pake pesawat. Babi tetangga aku aja pernah naik pesaawat dari jayapura ke wamena. Aku pikir Apa nggak di bom aja ya salah satu gunungnya biar ada akses darat, dan harga nggak melampung setinggi langit kayak gini. Makan nasi padang aja kena 50k cyinn..

Oke, ini udah keana-mana ceritanya… back to backpacker..

Jadi ceritanya waktu nyampe di Papua, aku langsung laper mata. Pengen jalan-jalan kesana kesini. Weekend Minggu pertama aku masi ngintilin si Hotma nginep di rumah nangborunya (Tante) sesama orang batak satu marga. Keluarga ini tinggal di kotaa. Kami di servis abis disana, makan enak, tidur pake selimut tebal, nonton tv dll. Hahaa.. minggu ke dua aku dirumah, ngebikin kue ulangtahun dari nasi goreng untuk partner seperjuangan aku yang waktu itu lagi ultah. Baca aja ceritanya DIPOSTINGAN HAPPY BIRTHDAY HOTMA.

Pertaruhan nyawa menuju air terjun Napua

Nah, minggu ketiga ada d Wamena. Aku dan rombongan temen-temen SM3T dari Riau, jalan-jalan ke Napua.  Sedangkan si Hotma memilih nginap di rumah tantnya, karena kata tantenya daerah menuju Napua nggak aman. Disana ada posko temen SM3T juga, dan ada air terjunnya. Berangkatlah kami guru-guru yang super nekat ini ke Napua dengan menyewa mobil sejenis superben. Nggak semua temen2 rombongan Riau yang ikut ke Napua. Hanya 13  orang-orang nekat yang ikut pergi. Kenapa? Karna hari kami berangkat itu sedang ada perang antar suku. Ya, papua kan emang hobinya suka perang suku gitu..
Sebelum berangkat, Alga, temen SM3T yang bertugas di Napua udah bertanya sana-sini, dan udah mastikan kalo perang antar suku yang berlangsung sejak hari jumat itu sudah selesai (hari kami berangkat adalah sabtu). Kami pun siap berangkat. 
Waktu jalan kaki keluar dari SD YPK Betlehem Wamena (posko tempat kami biasa berkumpul kalo turun ke kota), datanglah iring-iringan mobil polisi dengan pasukannya. Ada 3 kompi mobil polisi yang melintas di depan kami. Mereka semua membawa senjata yang siap ditangan. Salah seorang polisi menyilangkan tangannya di dada dengan muka pias. Aku pikir nih polisi ngapain sih.. ternyata mereka ngasih kode supaya kami jangan jalan terus, rombongan jalan kaki ini pun berhenti di depan sebuah bengkel.
Seorang bapak keluar dari bengkelnya dan bicara dengan Alga dan cowok-cowok yang jalan di depanku. Aku dengar bapak itu melarang kami melanjutkan perjaanan karena ada perang. Seorang ibu-ibu pendatang juga keluar dari toko pancing. Ibu itu dengan muka gelisah dan cemas melarang kami naik ke Napua.
“kalian mau kemana? Di sinagma ada perang ini. Kalian tidak lihatkah polisi sudah tutup jalan itu.” Kata ibu itu dengan muka pias.
“Kami mau ke Sinagma, Mama. Teman tadi su bilang di Napua Aman.” Jawab kami.
“aihh… Napua Aman, tapi kalau mau ke Napua lewat pasar sinagma, To. Disana dorang (dia orang) sedang perang itu. Mereka ratusan, bawa panah semua, bawa senapan angin juga ada. Sa (saya) kasi tau kalian e, jangan buang nyawa disini. Mereka itu tak pilih, siapa yang lewat main habisi saja itu. Mau pendatang kah, orang asli kah. Lebih baik kalian nginap di kota saja dulu, saya saja pu rumah di atas, suami suruh saya ngungsi disini dulu. Sa tra (tidak) berani naik.. anak saya libur sekolah sejak kemarin ini.  Doranag peranga kan sudah sejak hari kami to. Kalian tidak tau kah?” ceramah ibu pendatang asal makassar itu panjang lebar. Ibu itu sudah puluhan tahun tinggal di Papua. Mengikuti suaminya yang jadi PNS disini. 
Kami yang cewek mulai galau. Membayangkan ratusan orang papua yang memakai koteka, membawa panah menghadang mobil kami di pasar sinagma. Tempat mereka perang antar suku. Hampir satu jam kami berembuk di pinggir jalan itu. Mau kembali ke posko ku juga tidak mungkin, karena menuju posko ku harus melewati sungai Wouma. Disanalah kemaren ditemukan jenazah mengambang setelah perang, artinya sungai wouma di saat perang seperti ini tidak aman. Apalagi sore. Si Risma dan Jumi, yang punya posko di megapura juga pengen balik aja ke poskonya, tapi sudah sore,  tidak ada taksii (angkot). Kami makin resah gelisah. Sedangkan di Aan, Elen dan Oci (guru SM3T dari Kalimantan) tetap nekat mau ke Napua. Karna Alga selaku Ketua Rombongan (yang kami nobatkan saat itu juga) udah menghubungi kepseknya d Napua dan bilang kami bisa naik dengan aman. Jadilah Dedek, tanpa pesetujuan dari Aku, Risma dan Jumi (kelompok minoritas yang nggak berani naik) memesan sebuah mobil untuk naik ke atas. Aku dan cewek-cewek yang takut berharap semoga mobil itu tidak jadi datang. Tapi kalau tidak ke Napua, kami juga tidak tau mau tidur dimana malam itu, sedangkan sore sudah mulai menyisakan gelap.
Finally, mobil sewaan itu datang, setelah bernegoisasi harga dan supir siap untuk enembus kerumunan masa di pasar sinagma. Kami naik ke mobil dengan jantung yang berdetak tak karuan. Aku ambil posisi duduk di tengah paling belakang. Semua kaca mobil di tutup. Kamia pun berangkat dengan doa yang tak putus-putus ku ucap di mulut.
Sampai di pasar sinagma, memanga abanyak orang bersenjataa berserakan.  Tapia abaukan oranaga papua yang memakai koteka membawa panah seperti cerita yang kami dengar. Beberapa toko dan kios sudah di tutup. Polisi dan TNI dengan seragam loreng dan sejata di tangan juga berkeliara disana. Aku tidak tau lagi berapa kecepatan  jantungku ini berdetak. Handycam yang rencananya akau pegang untuk merekaama adegan perang sungguhan itu mulai bergetar. Tak ajelas lagi mengarah kemana. 
Sampai di simpang pasar, mobil kami di cegat oleh sekelompok pilisi yang berjaga-jaga disana. Polisi menanyakan tujuan kami. Setelah kami jawaab polisi itu bilang tidak bisa naaik, jalan di pasar Sinagma sedang tidak aman. Ketua rombongan mengataakan kami adalah guru-guru SM3T yang akan naik ke Napaua, polisi itu terlihat berat dan ragu-ragu. Tapai polisi lainnya menghampiri supir kami dan member solusi.
“Kalian bisa naik, tapi sampai ke pos Napua nanti kalian lapor dengan TNI yang ada di pos sana. Biar mereka kasi ama. Jalan sudah. Tidak apa-apa. tutup saja kaca mobil ini e.” katanya meberi solusi denga logat papua yang kental.
Kami melanjutkan perjalanan dengan jantung atraksi marching band. Suara degub jantungku hamper terdengar di telinga. Masing-masing kami komat-kamit membaca doa apa saja yang kami ingat. Tapi ada juga beberapa yang tetap saja melawak, mencairkan suasana.
Ketika di perjalanan, tepatnya di lapangan pasar sinagma inilah kami melihat puluhan (bukan ratusan seperti yang dikabarkan) orang papua memakai koteka, membawa panah. Tapi syukurlah mereka tidak sedang perang, melainkan sedang duduk berbaris mendngaarkan instruksi seseorang yang berdiri di depan mereka. Mungkin itu pimpinan perangnya. Supir kami bilang, mereka sedang rapat sebelum perang. Alaamaaakk….. sebelum perang ternyata rapat dulu. Gaaool…. Terus supir kami bilang, besok insyaallah kami bisa pulang dengan aman. Karena hari minggu disini adalah hari Tuhan. Kegiatan apapun d hentikan, termasuk perang. Jadi kalo hari minggu perangnya libur dulu, hari senin baru dilanjutkan kembali. O em ji…. 
Tidak lama kemudian, sampailah kami di Napua degan selamat. Betaapa leganya hati kami melihat gerbang poskonya Alga, kak Rina dan ini. Rasanya mau sujud syukur di tanah, bersyukur bisa melewati rintangan tadi.
 
Gerbang Poskonya Alga, Ochi dan Kak Rina
di belakang itu Poskonya Alga.. kumuh luarnya.. tapi dalemnya okeh banget!

Karena hari sudah sore, badan capek dan mental juga drop. Kami menunda acara jalan-jalan ke air terjun. Sore itu kami kumpul-kumpul nggak jelas aja di poskonya Alga. Paginya, barulah kami beraksi. Melihat sunset di paagi dari dari belakang rumah Alga.

sebenernya lebih indah dari yg di foto.
 
merah saga nya nggak keliatan karena cahaya camera terlalu terang
nah ini baru dapet.. tapi agak blurr.. hohoho

Dari atas gunung Napua jam 6 Pagi. dari Atas sini kita bisa lihat kota Wamena


Siangnya, barulah kami pelan naik turun gunung ke air terjun Napua. Jaraknya sekitar 30 menit jalan kaki. 
perjalanan menuju Air Terjun Napua. semua ditempuh jalan kaki cyinn..
 
naik ke sini harus estafet. saling tarik biar bisa sampe ke atas

 
lewat Hutan Belantara

di tengah-tengah huta, kami ketemu tempat lapang seperti ini. foto dolloo...
 
kami ketemu sungai ini sebelum sampe. kirain ini air terjunnya. untung bukan


harus melewati kali kecil yang bikin kaki kami berbecek-becek ria

Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnyyaaa sampe juga di air terjun Napua-Wamena-Jayawijaya. Ini dia penampakan air terjunnya… lumayaannn..

mereka langsung nyeburrr... aku nggak bawa celana ganti. gak berani ikut
akhirnya setelah kak Rina janji minjemin celana panjang, aku bisa nyebur dan berfosee... eaakkk
cari insprirasi
Absen dari kiri : Aidi, Jumi, Risma, Aku, Rina. semuanya SM3T Riau
si Alga (pake baju hitam) udah membeku kedinginan
Absen dari kiri searah jarum jam : I'am, aku, Aan, Tika, Rina, Aidi, Jumi, Ellen,
Risma, dan anak2 Papua. Masi banyak yg belum ikutan nih.

Setelah air terjun Napua, destinasi selanjutnya adalah air terjun Air Garam yang ada di Distrik Asotipo. Nantikan cerita dan fotonya hanya di blog tercintah ini yaaaaaa ^_^