Air
Terjun Air Garam
#Intro
Sebenernya perjalanan
ke air garam ini udah lama banget. Sekitar awal oktober yang lalu. Tapi nggak
afdol kalo nggak di ceritain di blog ter cintah ini. Ibarat sayur tanpa garam.
(apa hunungannya) Jadi wajib gue certain di blog ini. Muehehe.
Air terjun yang akan
kami kunjungi kali ini terletak di Desa
Air Garam, Distrik Asotipo, Wamena, Kab. Jayawijaya. Provinsi Papua. Kalo
kamu liat di peta. Nggak bakal ada desa air garam. Karna letaknya paling ujung
di distrik asotipo. Nggak ada listrik, sinyal, dan sulit air. Di desa inilah 2
guru asal Riau dan Kalimantan mengabdi untuk anak negeri. Kepala desa air garam
yang antusias banget dengan kedatangan 2 cowok ini langsung merelakan rumahnya
untuk di tempati, sedangkan beliau sendiri rela tinggal di Honai (rumah adat
papua).
Sayangnya, meski sudah
di berikan rumah, si Aidi yang berasal satu kampus denganku itu tidak bisa
tinggal di rumah yang sudah di sediakan persis di depan sekolah. Darwin yang
datang dari UNMUL (Universitas Mulawarman, Samarinda) pun sependapat. Bahkan
gosip yang beredar di antara SM3T Wamena, di awal kedatangan mereka di desa air
garam. Darwin sempat menangis sambil menelpon orangtuanya hihihi.. siapa yang
tidak menangis membayangkan bakal tinggal di rumah yang jauh terpisah dari rumah
penduduk, tidak ada listrik, tidak ada sinyal dan tidak ada air. WC untuk membuang
hajat pun tidak ada. Wajarlah Darwin
menangisi nasibnya untuk satu tahun ke depan.
Sorenya mereka turun
gunung menuju Hitigima. Desa tempat tugasku mengajar. Perjalanan sekitar 1 jam
jalan kaki (nggak ada transport selain jalan kaki disini). Mereka membawa
laptop dan gadget lainnya untuk di cas di rumahku yang alhadulillah ala kulli
hal ya Allah. Rumahku ada listriknya 24 jam. Sore itu mereka curhat. Sore di
hari pertama di tempat kami mengabdi, sore ketika aku berteriak kegirangan
melihat aidi datang dari atas gunung. Sore setelah air mata pertama ku di Papua.
Malam itu kami atur
strategi, plan A nya Darwin dan Aidi bakal tinggal serumah dengan aku. Dan
mereka akan bolak-balik jalan kaki ke sekolah. Karena mereka nggak cukup tahan
untuk tinggal di atas (air garam) tanpa listrik, sinyal dan tidak ada yang bisa
menjamin keamanan mereka karena rumah yang jauh terpisah dari rumah penduduk.
Pasti udah pada tau gimana kondisi keamanan papua yang rawan terjadi kejahatan
itu.
Ternyata, setelah di
telpon, teman kami satu distrik asotipo yang hari ini juga sampai di Desa
Sogokmo tidak beda jauh nasibnya dengan Air Garam. Rumah mereka ada di dalam
lingkungan sekolah, tidak ada air, tidak ada listrik, kesulitan sinyal, tapi WC
masih ada, menggunakan WC sekolah yang letaknya tidak jauh dari rumah.
Ketika di telpon, suara
muti yang putus-putus menandakan mereka ketakutan
tinggal rumah yang jauh dari keramaian. Dengan gagah berani, akhirnya Darwin
dan Aidi malam itu juga menjemput Fauzan Azimah alias Aan dan Muti yang ada di
sogokmo. Malam-malam jalan kaki sekitar1 jam dengan berbekal senter. Aku
menahan napas khawatir menunggu mereka dirumah. Untunglah mereka selamat sampai
dirumahku. Dengan membawa barang-barang berharganya dan sleeping bed, Aan yang alumni Biologi di UR dan Muti yang berasal dari UNMUL itu
bercerita tentang poskonya. Ternyata
dari 3 posko di distrik asotipo. Posko akulah yang paling layak huni. Dirumahku
ada 2 kamar, ruang tamu, ruang tengah, dapur mini, dan dilengkapi dengan
listrik 24 jam. Sinyal bagus (bahkan bisa buka FB sesekali), dan ada WC di
dalam rumah. Air memang agak sulit karna harus angkut jauh, tapi untuk hari
pertama iitu pak Wetipo sudah menyedakan banyak air di kamar mandi untuk
kebutuhan kami. Thanks God!
hari pertama hidup di Papua. masa-masa si Aidi dan Darwin masi jadi anak terlantar :D |
Malam itu kami tidur
berlima dirumah. Aku dan Hotma (yang belum kenal siapa Hotma, baca aja
postingan sebelumnya), Aan dan Muti tidur di kamar kami, pak Wetipo tidur di
kamarnya juga. Sedangkan aidi dan Darwin
di pinjami alas tidur dan selimut dari kepala sekolahku untuk tidur di ruang
tengah. Sebelum tidur kami sempat berembuk rencana selanjutnya. Bahkan kepala
sekolah air garam dan kepala sekolahku juga ikut andil malam itu. Mereka juga
menjelaskan tentang distrik dan keadaan sekolah. Akhirnya, diputuskan Aidi dan
Darwin tinggal di sogokmo, menemani Aan dan Muti. Karena itu, setiap hari 2
cowok ini harus jalan kaki menuju sekolahnya selama 1 jam, mendaki gunung yanag kemiringannya
sekitar 45 derajat.
Itu sekilas tentang
SM3T yang ada di distrik asotipo. Kembali ke judulnya. Ceritanya setelah
selesai lebaran Idul Adha di Walesi. Kami
mau mengunjungi air terjun yang ada di air garam. Perjalanan ke air garam ini
penuh perjuangan banget deh pokoknya.
Dari walesi kami di
jemput oleh mobil dinas perhubungan sampai di Posko Megapura (sekitar 10 menit
dari kota), dari sini kami harus naik taksi (angkutan umum di Papua) ke
Sogokmo. Masalahnya udah lewat magrib, susah nyari taksi jam segitu. Tapi
karena kami cukup rame, Darwin harus kembali ke kota untuk mencari taksi.
Sayangnya, belum sampai di sogokmo, taksi itu mogok. Bayangkan, di tengah
kegelapan malam, kami harus jalan kaki berbekal sinar lampu HP sekitar setengah
jam karena taksinya benar-benar tidak bisa di jalankan. Tuhan.. tolong jaga
kami.
Malam-malam, mobil mogok. jalan kaki cuma berbekal senter dari HP |
Sampai di Sogokmo belum
bisa istirahat karena harus menyiapkan makan malam kalau tidak mau kelaparan.
Lagian ada daging qurban yang kami bawa dari Walesi. (baca postingan Kampung
Muslim Walesi)
sebelum berangkat foto dulu di posko Aan. dari kiri atas : Ranti, Aan, Jumi, Aku, Risma, Tika, Aidi dan Aris |
Setelah berjalan satau
jam, barulah kami sampai di posko Aid dan Darwin. Poskonya berada tepat di
samping sekolah. Sebuah rumah panggung dengan 1 kamar dan dapur tungku. Selain
sebuaah kasur besar, tidak ada perlengkapan lain di rumah itu. Mungkin karena
hanya ditempati untuk sholat zuhur dan makan jadi tida ada perkakas rumah
disini. Dirumah yang jauh dari rumah penduduk ini kami istirahat sebentar untuk
sholat zuhur, bahkan sempat tidur siang.
Tidur siang bentar,
kami pun melanjutkan perjalan ke air terjun. Ternyata jalan yang di lewati luar
biasa. Jauh dari yang di bayangkan. Kami harus melewati hutan yang banyak
kotoran babi dimana-mana. Salah angkah harus rela masuk daam kubangan taik
babi. Hiyy.. belum lagi harus menyusuri tepian singa yang penuh batu. Di tambah
menyebrangi sungai yang airnya mengalir deras. Sesuatu banget perjuangannya.
Dapet banget feel backpackernya. Hahaha
Untunglah sampai di TKP
air terjunnya nya cukup memuaskan. Nggak kayak air terjun sebelunya yang ada di Napua. Dengan air yang superrr
dingin kayak es, kami mandi dan teriak-teriak kedinginaan kayak orang norak
baru ketemu air dingin.
Ini dia aksi kami di
air terjun air garam. So sorry buat yang fakir kuota. Fotonya agak banyak :p
prepare makan siang |
ajiiibbbbb.... |
pulang dari perjalanan hampir 4 jam jalan kaki. semua baju udah pada basah dan kaki berlumpur |
Sampai jumpa di pertualangan selanjutnya ^_^
Assalamu'alaykum saya mau tanya kalo misalnya lulusan Ekonomi, trs kuliah lagi PGSD yg 1tahun, nantinya bisa ikut program SM3T gak ya? Makasih :)
BalasHapuswaalaikumsalam...
Hapusmaksudnya kami transfer dari ekonomi ke PGSD?
ga tau juga ya, setau aku syaratnya lulusan FKIP S1. kalo kamu ijazahnya 1 PGSD berarti bisa... :)
Wih... keren banget kak :D
BalasHapuspapua emang kereennn #kibas rambut
HapusWuih, salut sama kepala desanya. Rela tinggal di Honai.
BalasHapusKapan ya, gue bisa kesana. Pengen gitu ngerasain air terjunnya. :)
iyaa.. demi guru kepala desanya rela move on ke honai..
Hapuskesini ayo.. nanti aku ajak jalan-jala keliling wamena :D
salut gue sama seorang guru, dan pokoknya keren, selain pembelajaran, pengalaman, keseruan, dan cerita semuanya dapet.. :'D
BalasHapusrugi kalo udah jauh-jauh sampe papua tapi nggak jalan-jalan
HapusBeuh, perjuangannya berat bingit, gak ada listrik. Suram. Tapi terbayar ya dengan air terjun, haha.. Pengalamannya pasti kekal di ingatan tuh.. :D
BalasHapushahahaaa.. jadi lucu gue baca "suram".
Hapusiya juga sih.. emang suram hidup kalo nggak ada listrik
Ga kebayang bakal tinggal di sana setaun tanpa listrik & sinyal. Tapi sayang juga kalo pengalaman ini nggak diabadikan di blog tercintah ini. Hehe.
BalasHapuspastinya penuh perjuangan buat nulis ini. Tetap semangat menggapai cita-cita :)
nulisnya sih biasa aja... kapan dan dimana aja bisa..
Hapusmasalahnya ngepostingnya itu... penuh perjuangan... harus turun ke kota buat dapetin sinyal ngenet. amin. tngkyu nggo :)
Wiiiihhh!!!!! Kereeeeeennn!!! Tanah Papua emang top deh masalah pemandangan yang enak dipandang. Gue dulu juga pernah ke Papua, di Jayapura tepatnya, tapi dalam rangka bekerja. Muehehehe.
BalasHapusOYA?? kerja apaan sampe ke jayapura?
Hapuskalo di jayapura mah udah kota banget lah, mall aja udah ada.. dari tempat aku ke jayapura masih naik harus pesawat lagi..
Kalo udah ngerasa panggilan sih, kondisi sekeras apapun nggak ngaruh ya. Semangat ya buat kamu dan teman2nya... ^_^
BalasHapuswalaupun mogok dan khawatir seraya berdoa, tetap aja bisa bahagia fot rame2 ya
BalasHapus